Sabtu, 03 Maret 2012

Perkemabangan Musik Barat pada Zaman Renaissance


Perkemabangan Musik Barat pada Zaman Renaissance

Renaissance artinya “terlahir kembali”.Pada abad ini perkembangan musik gereja merosot, sedangkan musik duniawi mulai mendapat perhatian dan kedudukan yang makin penting. Instrumen musik , dulunya hanya sebagai pengiring lagu, mulai dibuat komposisinya. Instrumen orgel mendapat perhatian di Italia dan Jerman, sedangkan di Inggris lebih memperhatikan instrumen pendahulu piano yaitu virginal. Opera mulai berkembang dengan menggunakan permainan solo sebuah instrumen (solistis) dan Koor besar.
Semangat zaman ini adalah apa yang sekarang disebut Humanisme, meskipun pada zaman tersebut filsafat di balik semangat itu tidak harus diartikan sebagai semangat untuk menjadikan manusia sebagai pusat segala sesuatu dan “menurunkan” Tuhan. Memang semangat gerakan ini akhirnya melahirkan Aufklärung yang jelas melawan Alkitab, tapi pada awalnya semangat Humanisme lebih dekat dan sangat dipengaruhi oleh kekristenan.
Martin Luther, Donato Bramante, seorang arsitek Renaissance, membangun suatu Tempietto (semacam bangunan kecil untuk memorial para martir) di gereja San Pietro di Montorio yang mengambil konsep arsitektur dari zaman Roma, Temple of Vesta. Konsep simetri dan proporsi juga mempengaruhi lukisan-lukisan Renaissance:Pengertian tentang musik pada zaman Renaissance adalah pengertian yang didefinisikan melalui hubungan numeral, bukan aural seperti pada zaman ini.
Kalau not “do” dan “do tinggi” dibunyikan bersamaan, kita menilai suara itu sebagai konsonans2 karena terdengar enak. Kalau sekarang kita menyanyikan do dan re, do dan mi, do dan fa, dan seterusnya sampai do ke do tinggi kita akan menemukan 5 konsonans dan 2 disonans. Dalam zaman Renaissance, hanya ada 2 konsonans di dalam 7 kombinasi tersebut, oktaf dan fifth. Pada zaman Renaissance interval oktaf yang tadi dinilai konsonans bukan karena kualitas auralnya, tapi akan dinilai secara numeral: perbandingan frekuensi dari dua not dalam oktaf tersebut adalah 2:1, hal ini dilihat baik secara angka kalau dibandingkan dengan misalnya “do” ke “mi” yang perbandingan frekuensinya 5:4, tentunya karena 2:1 lebih bulat daripada 5:4. Relasi numeral dalam interval musik ini adalah hasil pemikiran Phytagoras yang diaplikasikan ke dalam music. Pada zaman Renaissance para komponis tidak menggubah berdasarkan prinsip harmoni (teknik komposisi harmoni seperti yang sekarang kita mengerti baru lahir di zaman Baroque) melainkan dengan apa yang kita sebut sebagai counterpoint3, yaitu secara singkat adalah teknik komposisi yang berfokus ke dalam relasi antara dua melodi atau lebih.
Tidak ada iringan yang lebih “rendah” atau lebih “membosankan” dari melodi: semuanya melodi, sama rata, tapi juga saling melengkapi. Puji Tuhan, saya terbukti salah sehingga tidak perlu menunggu langit dan bumi yang baru untuk menikmati musik seperti demikian. Inilah musik counterpoint, bukan melodi yang diiringi oleh nada-nada yang subordinate terhadap melodi tersebut, tapi beberapa melodi yang saling berharmoni.

Tokoh-tokoh :

  1. Josquin des Prés
  2. Orlandus Lassus
  3. William Byrd
  4. Giovanni Pierluigi da Palestrina.
  5. Frescobaldi (1583 – 1644 Italia)
  6. Scheidt (1857 – 1654)
  7. Scheid Mann (1595 – 1663, Jerman)
  8. Bull (1563 – 1628, Inggris).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar